Pertanyaan
ini kerap mengikuti seperti bayangan, yang muncul di kala hari panas, matahari
sedang bermurah hati. Di sini, matahari memang bermurah hati senantiasa.
Sementara itu, sosok gelap seperti Lucifer masih bersemayam di kedalaman
psyche. Mengintai, seperti dalam sebuah permainan petak umpet. Ia bisa selalu
hadir tanpa diharapkan.
Suhu
udara ini membuat tubuh saya terasa seperti demam terus. Di pagi hari, ia
menggigit kulit, menyisakan rasa tidak nyaman. Di malam hari, air conditioner
membunuhnya, namun melahirkan rasa dingin yang serba salah. Tak tega rasanya
mengharap hujan, karena bulan-bulan berikutnya konon akan terasa lebih panas.
Saya
tidak mengalami hujan tahun ini. Tidak ada yang berarti. Saya selalu ingat
rasanya tidur dalam buaian hujan semalam suntuk, Hujan yang seperti hadiah
personal dari Tuhan untuk saya. Lalu ketika melihat keluar jendela, ada
tetesan-tetesan air, disertai petir, angin memainkan arahnya, hujan menjadi
miring. Lalu saya membaca buku, atau melakukan apa saja agar momen hujan itu
menjadi sempurna…
Kehujanan
seolah kenangan di masa lalu yang begitu indah ketika mengingatnya. Ketika
dalam perjalanan pulang, kita berteduh, saat angkasa menggelap dan hujan
tercurah. Orang-orang memakai payung, hujan yang sempurna membasahi pohon-pohon
dan aspal yang gelap. Kaca mobil berembun.
Saya
berdiri di sana. Saya berusaha mengingat momen itu dengan sebaik-baiknya dan di
alam pikiran, saya bisa melihat diri saya sendiri di sana. Bersama orang-orang
yang sedang berteduh. Nyaris seperti bingung, dan sedang tidak ada payung. Ada
harapan konyol seseorang datang menjemput, namun tidak pernah terjadi.
….
Di
sini, tidak ada pertanda akan hujan. Musim hujan yang hanya sesaat telah pergi.
Juga tak mungkin tiba-tiba suhu menjadi turun. Matahari akan tetap menghadang,
berdiri tegak lurus, menyongsong dari arah yang
berlawanan seperti sengaja hendak menghanguskan. Terasa perih.
Sementara
itu, diam-diam Lucifer mengintai, merasuki pikiran, berusaha mengelakkan kepala
untuk melihat apa yang bisa dilihat mata, mengabaikan apa yang dipikirkan.
Seseorang pernah berkata, ‘hidup bukanlah apa yang ada dalam pikiran, tapi apa
yang ada di depan mata’.
….
Are
you Chinese or Malay?
Jika
ada yang bertanya seperti itu lagi, saya ingin menjawab:
Saya
datang dari sebuah tempat dimana ras tidak diperbincangkan dengan frontal. Saya
adalah Indonesia, seperti semua orang Indonesia dengan masing-masing
kerumitannya.
Saya
adalah Indonesia, yang bersama semua orang Indonesia di Stadium Putra Bukit
Djalil berharap-harap cemas menantikan atlit Indonesia menang melawan negara
lain. Lalu kami berteriak Indonesia dan menyanyi lagu “Garuda di Dadaku” dalam
pelukan sebuah rasa kebersamaan.
Saya
adalah Indonesia, meski saya berdarah Chinese dan atau Malay, saya tidak akan
menyebut satu di antara dua pilihan itu, karena Indonesia adalah identitas
satu.
…
Di
sini, saya membuat banyak orang menerka. Seperti ketika saya berjalan pulang
kantor dan melihat langit, dengan sepenggal bulan sabit di sana. Saya menerka
apa batas dari semua yang ada. Saya menerka apakah semua ini nyata.
Ada saat-saat
dimana Lucifer itu pergi, itulah ketika saya terpejam dan bernafas dalam.
Mencoba benar-benar berada pada momen itu dan berhenti bertanya-tanya lagi,
mengikuti saja alur yang alami, menyerah dan percaya pada proses, betapapun
terasa berat.
Ada pula
saat-saat dimana Tuhan ingin mengajak bercakap-cakap setiap harinya, melalui
burung-burung yang terbang rendah setiap hari, burung yang mematuki kaca
jendela kantor, seperti hendak berkata, “Aku dikirim Tuhan untuk menenangkanmu”.
Ia
membukakan sebuah jalan. Tidak ada yang tahu batasnya. Saya membayangkan diri
saya sendiri meniti jalan itu. Saya terlihat dari belakang, memakai ransel,
jalan itu ada rerumput, pohon-pohon besar di kiri kanannya. Dedaun jatuh
perlahan, seperti di sebuah tempat yang hanya mengenal musim kemarau.
Saya
terus melangkah. Kelihatannya asyik sekali, terasa bebas. Meski saya tidak tahu
apa yang ada di ujung jalan sana. Apakah akan berbelok ke kiri atau ke kanan.
Saya
hanya punya faith, kalau semuanya akan baik-baik saja.