Kini kita kembali ke pertanyaan yang sudah pernah saya
ajukan sebelumnya: bagaimana kita memperlakukan kenangan?
Dalam “The Stolen Years”,
He Mann dan Yu, memerankan
pasangan suami istri yang kemudian bercerai setelah lima tahun menikah. Adegan
awal sangat manis, jika tidak bisa dibilang corny, semacam pengkhianatan bagi
ending yang menjadi terlalu sedih.
He Mann kemudian mengalami kecelakaan dan terbangun
mendapati 5 tahun dalam memorinya telah hilang. Ia beranggapan, Yu masih suaminya,
namun ternyata mereka telah berpisah.
He Mann tidak bisa mengingat apapun, dan beranggapan kalau
Yu masih suaminya. Ia bahkan pindah ke rumah Yu, menciptakan konflik nanggung
dengan pacar Yu. Bahkan pacar Yu, tersisihkan, tidak diberi ruang banyak untuk
eksplorasi karakter, menghilang demi memberi Yu dan He Mann keleluasaan di film
ini.
Film ini memang tidak jelek, namun sutradara menggiringnya
menjadi film yang mengharu biru. Cerita tentang Alzheimer pernah diungkap dalam
“Love and Other Drugs”, tapi film ini begitu muram di akhir, meski di awal dan
pertengahan ada potensi untuk menjadi sebuah saccarine.
Dari segi desain produksi, film ini sangat ngepop. Kedua
tokoh utama bekera di biro iklan, serta banyak placement produk yang ngetop di
jaman sekarang. Untuk sesaat terlihat akan menjadi hiburan yang memikat, namun
kisah cinta mereka tidak meninggalkan kesan kuat setelah layar tertutup.
Kembali ke pertanyaan tentang kenangan. Dalam film ini, kita
tidak bisa berbuat apa-apa ketika kenangan menghapus dirinya dari kita. Jika
memang demikian, motivasi He Mann semata cinta.
Dia adalah seorang perempuan yang suatu hari terbangun dan
mendapati kekasihnya sudah bukan miliknya lagi. Dalam hujan, dia mengatakan hal
ini, bertanya pada Yu. Inilah satu dari sedikit adegan memorable di film ini.
Rating: 3/5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar