Ini kali kedua saya membaca graphic novel karya Gene Luen
Yang setelah “American Born Chinese”. Jika “American” mengambil tema persoalan
identitas dan dengan jenius memasukkan Legenda Kera Sakti ke dalam kehidupan anak
muda kontemporer di Amerika, The Eternal Smile (ditulis Gene Luen Yang bersama
Derek Kirk Kim) hadir dengan tema alternate reality pada 3 ceritanya yang
masing-masing berdiri sendiri-sendiri.
Cerita pertama adalah tentang Duncan, yang mengalami koma
dan dirawat di rumah sakit. Selama tidak sadar, Duncan menciptakan sebuah
fantasi rekaan di kepalanya, dimana ia adalah seorang pahlawan di sebuah
kerajaan, yang mampu melawan monster, populer dan memiliki kekasih seorang
putri.
Namun, ia kerap bermimpi aneh, menemukan seorang wanita tua
duduk membelakanginya sambil memegang botol Snappy Cola. Ia lalu menemukan
botol snappy cola itu lagi setelah mengalahkan monster kodok dan membuka sebuah
pintu besar.
Snappy Cola itu juga yang pada akhirnya menggiringnya pada
pertanyaan besar tentang kebenaran. Duncan bisa hidup selama-lamanya dalam
sebuah kenyataan manis tanpa tahu apa yang sebenarnya, namun cerita diakhiri
dengan sebuah closed ending: Duncan berekonsiliasi dengan ibunya—yang merupakan
pangkal dari segala masalahnya.
Pada dua cerita berikutnya, akhir cerita masih menyisakan
ruang untuk interpretasi dan bisa menuai imajinasi pembaca. Ini lebih menarik
karena open ending bagi saya lebih mampu melibatkan pembaca ke dalam cerita itu
sendiri dan tidak mendikte kita dengan sebuah ending yang dipaksakan.
Dalam “Kakek Greenbax dan Senyum Abadi”, cerita sudah
menarik sejak awal. Kakek Greenbax dikisahkan mirip dengan Paman Gober: kikir
dan serakah. Motivasinya dalam hidup semata hanya mencari uang, dengan menzhalimi
asistennya Filbert dan cucu-cucunya: Polly dan Molly.
Setelah berhasil menjual semir sepatu pada suku kate yang
tidak memakai sepatu, Kakek kembali gelisah dan memaksa Filbert mencarikannya
sumber uang baru. Filbert akhirnya membawa Kakek ke suatu tempat untuk
menemukan sebuah senyum raksasa di langit. Bentuknya seperti gambar smiley.
Yang pertama kali dipikirkan Kakek setelah melihat senyum
itu adalah: bagaimana ia bisa menghasilkan uang darinya. Sampai akhirnya ia
memutuskan untuk mendirikan gereja baru, Gereja Senyum Abadi.
Lalu disinilah Filbert mengucapkan monolog yang menurut saya
adalah salah satu bagian paling menarik dari graphic novel ini: “melihat senyum
abadi memberiku harapan. Harapan bahwa mungkin saja prinsip dasar semesta
bukanlah rutinitas, ketakutan atau persaingan, melainkan kebahagiaan.”
Pada bagian selanjutnya, jika pembaca tidak
mengantisipasinya, bagian ketika Kakek Greenbax ternyata tidak real, akan
menjadi sebuah twist yang kuat. Ia ternyata tokoh rekaan animator, ia adalah
kodok yang diberi chip sehingga mampu berpikir dan bertindak sesuai
keinginannya sendiri. Namun ia bertindak terlalu jauh dan membunuh karakter
lainnya. Saat itulah, sang pencipta memutuskan untuk mengambilnya untuk
memprogram ulang kepribadiannya.
Namun, bahkan ketika Kakek bertemu dengan ‘sang
pencipta’-nya, ia tidak mau didikte dari kehendak bebas yang (ia pikir) ia
miliki. Di akhir cerita ia memutuskan melompat ke kolam, sehingga chip yang
selama ini dipasang di tubuhnya, terlepas. Ia lalu sepenuhnya menjadi seekor
kodok.
Bagian terakhir berjudul “Permintaan Mendesak”. Tokoh utamanya adalah Janet Oh, wanita yang
setia bekerja di sebuah perusahaan IT, namun selalu dianggap remeh oleh bosnya.
Perasaan kurang penting ini menggerogoti dirinya, terlebih ketika bosnya
menolak permintaannya untuk naik jabatan.
Dalam pada itu, ia menerima email dari seseorang yang
mengaku sebagai seorang pangeran dari Nigeria, bernama Henry Alembu. Pada
bagian ini, saya teringat dengan email yang pernah saya terima beberapa tahun
yang lalu dari seseorang di Afrika yang membutuhkan uang, karena terjadi
kekacauan di negaranya. Orang itu membutuhkan transferan uang secepatnya.
Namun, Janet dengan begitu mudahnya mentransferkan uang pada
Henry. Sampai beberapa kali, bahkan menguras uang tabungannya. Ia hanya minta
satu keinginan pada Henry, ketika Henry datang ke Amerika, ia harus menemuinya
untuk sebuah kencan.
Lalu datanglah Janet ke restoran tersebut, hanya untuk
menemukan bahwa Henry tidak pernah datang, dan email-email itu adalah penipuan.
Lalu apakah ini cerita tentang gadis malang yang tertipu? Ternyata tidak.
Permintaan Mendesak adalah kisah seorang gadis yang selalu
dianggap remeh di dunia nyata, untuk sekali-kali merasakan menjadi seseorang
yang diinginkan, seseorang yang penting, untuk sekali dalam hidupnya.
Tentu saja, Janet sudah tahu sejak awal bahwa tidak pernah
ada Henry Alembu, tapi toh ia membiarkannya saja demi sebuah kenyataan yang ia
reka-reka di alam pikirannya sendiri. Sebuah open ending menunggu, dengan visualisasi
binatang-binatang Afrika berada di belakangnya, Janet masuk ke ruangan bosnya.
Seolah-olah para binatang itu turut merayakan Janet yang baru, yang tidak perlu
menciptakan khayalan untuk bisa bahagia dan menghadapi kehidupan yang keras dan
sering meremehkannya selama ini.
Rating 4/5