Kamis, 31 Juli 2014

Alternate Reality dalam The Eternal Smile



Ini kali kedua saya membaca graphic novel karya Gene Luen Yang setelah “American Born Chinese”. Jika “American” mengambil tema persoalan identitas dan dengan jenius memasukkan Legenda Kera Sakti ke dalam kehidupan anak muda kontemporer di Amerika, The Eternal Smile (ditulis Gene Luen Yang bersama Derek Kirk Kim) hadir dengan tema alternate reality pada 3 ceritanya yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri.

Cerita pertama adalah tentang Duncan, yang mengalami koma dan dirawat di rumah sakit. Selama tidak sadar, Duncan menciptakan sebuah fantasi rekaan di kepalanya, dimana ia adalah seorang pahlawan di sebuah kerajaan, yang mampu melawan monster, populer dan memiliki kekasih seorang putri.

Namun, ia kerap bermimpi aneh, menemukan seorang wanita tua duduk membelakanginya sambil memegang botol Snappy Cola. Ia lalu menemukan botol snappy cola itu lagi setelah mengalahkan monster kodok dan membuka sebuah pintu besar.




Snappy Cola itu juga yang pada akhirnya menggiringnya pada pertanyaan besar tentang kebenaran. Duncan bisa hidup selama-lamanya dalam sebuah kenyataan manis tanpa tahu apa yang sebenarnya, namun cerita diakhiri dengan sebuah closed ending: Duncan berekonsiliasi dengan ibunya—yang merupakan pangkal dari segala masalahnya.

Pada dua cerita berikutnya, akhir cerita masih menyisakan ruang untuk interpretasi dan bisa menuai imajinasi pembaca. Ini lebih menarik karena open ending bagi saya lebih mampu melibatkan pembaca ke dalam cerita itu sendiri dan tidak mendikte kita dengan sebuah ending yang dipaksakan.

Dalam “Kakek Greenbax dan Senyum Abadi”, cerita sudah menarik sejak awal. Kakek Greenbax dikisahkan mirip dengan Paman Gober: kikir dan serakah. Motivasinya dalam hidup semata hanya mencari uang, dengan menzhalimi asistennya Filbert dan cucu-cucunya: Polly dan Molly.

Setelah berhasil menjual semir sepatu pada suku kate yang tidak memakai sepatu, Kakek kembali gelisah dan memaksa Filbert mencarikannya sumber uang baru. Filbert akhirnya membawa Kakek ke suatu tempat untuk menemukan sebuah senyum raksasa di langit. Bentuknya seperti gambar smiley.

Yang pertama kali dipikirkan Kakek setelah melihat senyum itu adalah: bagaimana ia bisa menghasilkan uang darinya. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk mendirikan gereja baru, Gereja Senyum Abadi.




Lalu disinilah Filbert mengucapkan monolog yang menurut saya adalah salah satu bagian paling menarik dari graphic novel ini: “melihat senyum abadi memberiku harapan. Harapan bahwa mungkin saja prinsip dasar semesta bukanlah rutinitas, ketakutan atau persaingan, melainkan kebahagiaan.”

Pada bagian selanjutnya, jika pembaca tidak mengantisipasinya, bagian ketika Kakek Greenbax ternyata tidak real, akan menjadi sebuah twist yang kuat. Ia ternyata tokoh rekaan animator, ia adalah kodok yang diberi chip sehingga mampu berpikir dan bertindak sesuai keinginannya sendiri. Namun ia bertindak terlalu jauh dan membunuh karakter lainnya. Saat itulah, sang pencipta memutuskan untuk mengambilnya untuk memprogram ulang kepribadiannya.

Namun, bahkan ketika Kakek bertemu dengan ‘sang pencipta’-nya, ia tidak mau didikte dari kehendak bebas yang (ia pikir) ia miliki. Di akhir cerita ia memutuskan melompat ke kolam, sehingga chip yang selama ini dipasang di tubuhnya, terlepas. Ia lalu sepenuhnya menjadi seekor kodok.

Bagian terakhir berjudul “Permintaan Mendesak”.  Tokoh utamanya adalah Janet Oh, wanita yang setia bekerja di sebuah perusahaan IT, namun selalu dianggap remeh oleh bosnya. Perasaan kurang penting ini menggerogoti dirinya, terlebih ketika bosnya menolak permintaannya untuk naik jabatan.

Dalam pada itu, ia menerima email dari seseorang yang mengaku sebagai seorang pangeran dari Nigeria, bernama Henry Alembu. Pada bagian ini, saya teringat dengan email yang pernah saya terima beberapa tahun yang lalu dari seseorang di Afrika yang membutuhkan uang, karena terjadi kekacauan di negaranya. Orang itu membutuhkan transferan uang secepatnya.



Namun, Janet dengan begitu mudahnya mentransferkan uang pada Henry. Sampai beberapa kali, bahkan menguras uang tabungannya. Ia hanya minta satu keinginan pada Henry, ketika Henry datang ke Amerika, ia harus menemuinya untuk sebuah kencan.

Lalu datanglah Janet ke restoran tersebut, hanya untuk menemukan bahwa Henry tidak pernah datang, dan email-email itu adalah penipuan. Lalu apakah ini cerita tentang gadis malang yang tertipu? Ternyata tidak.

Permintaan Mendesak adalah kisah seorang gadis yang selalu dianggap remeh di dunia nyata, untuk sekali-kali merasakan menjadi seseorang yang diinginkan, seseorang yang penting, untuk sekali dalam hidupnya.

Tentu saja, Janet sudah tahu sejak awal bahwa tidak pernah ada Henry Alembu, tapi toh ia membiarkannya saja demi sebuah kenyataan yang ia reka-reka di alam pikirannya sendiri. Sebuah open ending menunggu, dengan visualisasi binatang-binatang Afrika berada di belakangnya, Janet masuk ke ruangan bosnya. Seolah-olah para binatang itu turut merayakan Janet yang baru, yang tidak perlu menciptakan khayalan untuk bisa bahagia dan menghadapi kehidupan yang keras dan sering meremehkannya selama ini.

Rating 4/5