Sabtu, 30 Agustus 2014

Bertemu Panda di Zoo Negara


Bagaimana panda bisa menjadi hitam-putih?

Pengen eye contact sama Panda tapi dia terlalu sibuk makan bambu!


Menurut sebuah dongeng dari Tibet, awalnya seluruh badan Panda berwarna putih. Mereka sering bermain dengan seorang gadis gembala yang baik hati. Sampai suatu hari, seekor leopard menyerang bayi panda yang dijaga gadis itu. Bayi panda berhasil menyelamatkan diri, tapi gadis gembala itu yang menjadi korban...


The cutest animal ever!

Gadis yang mati itu lalu dikremasi. Keluarga panda berduka dan menaburkan abu pembakaran jasad gadis itu di tangan dan sekujur tubuh mereka. Lalu mereka saling berpelukan dalam kesedihan, abu hitam itupun terus melekat di tubuh mereka.

It is the real star. Tahu caranya untuk dicintai tapi sangat effortless!

Sejak saat itu, bulu pada mata, telinga serta empat kaki panda berwarna hitam....

Kesedihan melahirkan keindahan yang misterius seperti pada panda. Binatang ini habitat aslinya dari pegunungan yang sejuk (bukan dingin) di China. Di Zoo Negara Kuala Lumpur, Panda hidup dalam temperatur yang sama seperti habitat aslinya.



Sebagai bintang di kebun binatang, level stardom panda setara Audrey Hepburn. Semua orang bisa merasakan energinya, karisma dan kerendahatiannya. Semua dalam diamnya. Ia hanya makan bambu.




Yang menarik, ia tidak sombong seperti singa. Ia tahu apa yang diinginkan pengunjung dan ia memberikannya.

Saat pintu dibuka, ia bergerak, berjalan dengan empat kakinya yang berwarna hitam itu dan lalu menaiki tangga kayu dan duduk di kursi tinggi yang sengaja disediakan untuknya. Di sana sudah disediakan bambu-bambu muda.








Selain Panda, tentu saja ada bintang-bintang lain yang hadir di sana, termasuk cast dari film "Life of Pi": Harimau Bengal Putih, dan Orangutan yang eksibisionis dan selalu haus perhatian.


Dari semua hewan yang ada, Orangutan adalah yang paling aware kalau dirinya sedang ditonton. Ia adalah yang paling merasa bintang, sementara sesungguhnya pesonanya tidak pernah bisa mengalahkan raja hutan.

Orangutan yang haus perhatian
Watch me! Watch me!

Ada juga kawanan burung-burung ini.


Semua orang ke kebun binatang ingin melihat singa dan singa tahu itu. Itulah makanya ia selalu membelakangi penonton.


Lalu bagaimana dengan diri kita sendiri. Hewan seperti apakah kita? Panda? Orangutan? atau Singa?

Jumat, 29 Agustus 2014

"Fireworks" dan Usaha Menemukan Upacara Bendera yang Tidak Militeristis

Malaysia merayakan hari kemerdekaannya setiap 31 Agustus, dan semalam saya menyaksikan sebuah pertunjukkan kembang api yang cukup menarik.

Ini adalah sebuah privilege. Tinggal di lantai 12 membuat saya berhasil menemukan sudut sempurna untuk mengabadikan langit berwarna selama 2 menit, dengan suara-suara yang tidak memekakkan telinga. Sesuatu yang tidak terjadi setiap malam.


Malam tadi seperti perayaan dari akhir kecemasan yang melanda minggu ini. Memang tinggal di negara lain, bahkan di Malaysia yang dekat sekali dengan Indonesia, tidak selalu mudah. Masalah berdatangan, sebut saja sebagai tantangan. Kembang api ini melahirkan efek dramatis, ketika saya sadar tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Semua akan baik-baik saja dan menjadi hebat.

Inilah dua menit itu.

Sementara itu, pada 17 Agustus 2014 saya datang terlambat ke KBRI. Maksud hati ingin ikut Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih tapi saya salah perhitungan. Saya pikir upacara akan dilaksanakan pukul 11.00 waktu KL (atau pukul 10.00 WIB), tapi ketika saya datang bendera sudah berkibar. Massa menonton film "Sang Pemberani" di aula.

Namun pada sore harinya saya datang kembali. Upacara Penurunan Bendera tetap layak diikuti. Meski coraknya selalu militeristik.

Paskibra sebelum upacara penurunan bendera.


Kapan terakhir kali anda mengikuti upacara bendera?






Rasanya berbeda menyanyikan lagu Indonesia Raya tidak di negara sendiri. Apalagi melihat pemandangan setahun sekali seperti ini.


Sebenarnya hari itu saya berharap menemukan aneka lomba 17-an seperti balap karung, panjat pinang dan sebagainya. Tetapi saya tidak berhasil menemukannya. Namun, upacara bendera seperti ini adalah penawar rindu, meski saya selalu heran mengapa tidak ada kreasi dalam format upacaranya. Selalu sama dari tahun ke tahun.


Besok, 31 Agustus adalah hari bersejarah untuk Malaysia. Pada 31 Agustus 1957, Malaysia merayakan kemerdekaannya setelah berhasil melepaskan diri dari penjajahan sejak tahun 1511.


Kamis, 14 Agustus 2014

Foto-foto: Malaysia yang Eksotik di Setiap Kamis Malam


Dengan keistimewaannya, malam mampu menciptakan nuansa yang tak bisa ditandingi siang. Banyak yang memanfaatkan momen saat malam untuk melakukan kegiatan-kegiatan sekaligus menyemai gagasan-gagasan.

Salah satunya adalah pasar malam. Di Malaysia, ini keempat kalinya saya datang ke Pasar Malam. Pertama adalah di Negeri Sembilan, kedua sampai keempat di Selangor. 

Di sisi lain, saya selalu tertarik eksotisme Pasar Malam, atau sederhananya keriuhan yang terjadi di waktu malam. Bagi saya, pasar malam adalah etalase sebuah masyarakat yang di dalamnya ada kemungkinan naratif yang berkepribadian. Oleh karena itulah, pasar malam selalu terasa berbeda, bahkan jika dilangsungkan di tempat yang sama, di lain waktu. Karena yang datang berbeda, semua momen tidak bisa diulang.

Foto-foto ini diambil hari ini, 14 Agustus 2014 di Belakang Apartemen Pelangi Utama.  Memang tidak seeksotis pasar yang saya kunjungi di Pulau Samosir, tapi eksotisme pasar malam ini tidak mengecewakan.

Meski demikian, ini bukanlah pasar malam yang ideal. Ini hanyalah pasar yang dibuka di malam hari. Dengan segala 'kekurangan'nya, ia tetap layak dikunjungi dan ditunggu.

Penjual kopi ini berjasa menyumbang aroma harum dari biji kopi yang diraciknya.



Ikan asin. Saya tidak yakin apa sebutannya di sini.

Martabak atau sebutan di sini ada murtabak.

Kerupuk! 5 RM untuk tiga kerupuk berbeda-termasuk pop corn.

Tak menyangka bisa menemukan rebung di sini. Rasanya, not bad lah!


Budak di sini artinya anak-anak, bukan 'slave'.


Penjual ayam yang memotong ayamnya di depan pembeli.

Jam tahan air yang direndam di air.



Ini seksi untuk wanita..


Sepatu seharga RM 30. Mungkin sepatu bekas.


Sayuran segar, masih basah oleh air hujan.

Cabe mempertinggi value eksotisme pasar malam ini.

Apa itu pingan?

Jamu Indonesia?
Kalau suka daging, pasti akan suka ini.

Buah-buahan eksotik termasuk manggis dan duku.

Semua orang membawa plastik yang sama.

The king of fruit! 


Senin, 11 Agustus 2014

Cupcake, Simulakrum dan Gagasan-gagasan yang Menjadi Nyata

Cerita pendek, novel dan skenario film, kerap diberi label 'fiksi' oleh masyarakat. Memang dalam prosesnya, ia terlahir dari khayalan seorang penulis yang berlagak seperti Tuhan: menciptakan dunia, menentukan takdir seseorang bahkan menghidupkan dan mematikan seseorang. Sama seperti Tuhan, ia tidak bisa diprotes.

Tetapi apakah hanya sebatas itu saja realisme dalam sebuah karya fiksi? Apakah kelahirannya yang diawali ide di dalam kepala seorang penulis akan selamanya berada dalam realm yang berbeda? Bagaimana jika ternyata gagasan-gagasan yang awalnya berasal dari khayalan ini menjelma kenyataan dan bisa berada dalam tataran yang sama levelnya dengan diri kita: bisa kita lihat, rasakan, dan alami?


Aneka cupcake dari Wondermilk

Tahun lalu saya menulis naskah film televisi dengan setting di sebuah restoran cupcake dan hari ini saya datang ke sebuah restoran cupcake (dalam rangka perpisahan dengan seorang kolega). Pada masa jayanya, ketika karakter Joey dalam "Friends" memakai parfum X, orang-orang memburu parfum tersebut. Jika pernyataan yang terakhir disebut simulakrum, dengan istilah apa kita menyebut pernyataan sebelumnya?

Saya tidak membayangkan ini dalam skenario saya tahun lalu.
Jika gagasan-gagasan seperti ini bisa menjadi nyata, bukankah kita masih bisa berharap adanya gagasan-gagasan lain yang entah bagaimana caranya juga mengejawantah. Dalam satu atau dua cara, di saat-saat kita tidak mengharapkannya.


Di luar Wondermilk, anda akan menemukan ini.
Sebuah gagasan lain terlahir di kepala saya: hari-hari berikutnya saya akan menemukan kejutan-kejutan seperti ini, berasal dari sesuatu yang sudah pernah saya ciptakan dalam karya-karya fiksi terdahulu. Meski ada yang sedikit menakutkan: bagaimana jika saya bertemu dengan karakter antagonis yang saya ciptakan sendiri?

Saya pernah menulis cerita pendek "Salju Turun di Jakarta". Bagaimana kalau kelak salju benar-benar turun di Jakarta. Akankah saya siap menghadapinya?

"Allah" ditulis empat kali--interior Wondermilk.

Dalam lebih dari 30 naskah film televisi yang saya tulis, tentu tidak semua happy ending. Ada kekasih yang dikhianati, ada cinta yang harus kandas karena perbedaan status, ada cinta bertepuk sebelah tangan. Saya tersenyum membayangkan hari ini adalah sebuah awal. Besok saya akan menemukan penjelmaan simulakrum, atau secara sederhana kejadian-kejadian yang tidak bisa didefinisikan karena saya tidak tahu apa namanya, tapi yang pasti serupa dejavu. Ini pernah terjadi, saya yang menciptakannya, hanya saja setting-nya di alam fiksi.


Lebih menarik dari setting rekaan. Tentu saja!


Yang lebih menakutkan lagi: bagaimana kalau kita semua tidak nyata? Kita pikir kita real tapi kita hanya tokoh dalam kepala penulis.

Lalu penulis itu mengalami amnesia.

Minggu, 10 Agustus 2014

Lost in Translation di Alor

Tahukah kamu tidak hanya kegelapan yang menyimpan misteri, tapi juga cahaya?


Lampion dimana-mana, sebuah bahasa yang bisa dipahami.
Cahaya melahirkan nuansa yang berbeda tergantung sumbernya dan cahaya dari ratusan lampion d Jalan Alor ini juga tidak lain. Lampion ini turut merayakan kehidupan pada suatu Malam Minggu yang cerah di Kuala Lumpur.

Jalan Alor tidak terletak jauh dari MRT station ini.
Malam ini terik seperti biasa, tapi saya merasa seperti Scarlett Johansson dalam bahasa film dari Sophia Copolla. Tapi saat saya kembali saya tidak menemukan Bill Murray yang membisikkan entah apa saat mereka berpisah. Di sini, semua orang tampaknya menikmati malam dengan makanan yang sebagian besar adalah chinese food.

Suasana hangat di Jalan Alor


Satay? But i am not sure...

Jadi memang seperti biasanya, saya sendiri menyusuri jalan ini. Rasanya hepi, seperti menemukan harta karun, karena saya memang tidak berharap apa-apa. Tidak juga hendak ingin makan apa-apa, tetapi wilayah ini membuat saya buta, meski cahaya terang dari lampion memeriahkan, dan wewangian yang terhidu akan memberikan nuansa.

Not a quiet place, but quietness is always within yourself.
Awalnya saya pikir ini Petaling Street yang terkenal itu, tapi ternyata bukan. Meski demikian, saya tak bisa membaca apa-apa di sini. Atau makan apa-apa di sini. Saya rasa ada, tapi perlu ditemukan.

Kacang boleh dimakan, tapi saya alergi kacang.

Bila anda kebetulan berada di Kuala Lumpur, mampirlah ke Jalan Alor. Di sini, ada kesempatan untuk menikmati malam dalam suasana terik, dan hangat pada sebuah malam.


Entahlah siapa orang ini.


Jalannya sendiri cukup panjang, memudahkan anda untuk melihat-lihat sebelum memutuskan untuk makan apa dan dimana. Yang ditawarkan di sini cukup banyak: variasi chinese food, indian food, durian, jajanan kaki lima, dan semuanya saya rasa cukup layak dikonsumsi.


Kursi ini bisa anda duduki.


Saya sendiri tidak makan di sini, kebetulan tidak merasa lapar sekali. Sampai akhirnya saya makan di restoran lain, di jalan tak jauh dari sini. Saya pikir untuk menu non meat yang saya makan harganya overprice.