Minggu, 29 Desember 2013

Contesting Reality With Pornography: A Review of Joseph Gordon-Levitt’s “Don Jon”



“Don Jon” berkisah tentang pria yang kecanduan menonton film porno dan menemukan jika yang terjadi di film porno lebih indah daripada kenyataan. Sang pria diperankan oleh Joseph Gordon-Levitt yang sekaligus menulis dan menyutradarai film ini. Film ini menarik karena mengkontraskan religiusitas dan dosa lalu menjelma kisah cinta menyentuh di akhir film, satu dari sedikit film yang ketika adegan berakhir, penonton masih ingin menyaksikan karena merasa belum ingin meninggalkannya. Toh durasi film ini juga cuma 80 menit.

Levitt memerankan tipikal anak muda sekarang yang tak pernah melewatkan  film porno di internet. Secara fisik, pesonanya telah tak terelakkan bagi lawan jenis dan karena itu bisa dengan mudah membawa pulang gadis manapun yang ia inginkan. Sampai kemudian ia bertemu dengan Scarlett Johansson di bar.

Mereka berdua dengan cepat menjalin hubungan, meski dua sahabat Levitt memandang skeptic. Menurut mereka, Levitt masih sangat jauh dari jatuh cinta. ONS adalah hal terbaik yang bisa dilakukannya dan jangan lupa: menonton film porno dan masturbasi 35 kali dalam sehari.  ^_^

Sigh!

Tetapi bahkan bagi karakter seperti yang diperankan oleh Levitt, menonton film porno dan bermasturbasi setelahnya juga menimbulkan rasa bersalah. Betapapun, ia merasa semua petualangan seks-nya dan eksplorasi tubuh perempuan yang dilakukannya, tidak ada yang menyamai aksi di dalam dunia film porno, yang membuatnya selalu kembali dan kembali. Perempuan-perempuan yang diajaknya tidur tidak bisa memberikannya imaji itu: sebuah dunia yang sempurna dalam film porno.

Levitt merasa ada yang hilang: no doggy, no cowboy…

Ketika ia tidak menemukan imaji sempurna yang ia temukan dalam film porno di dalam kehidupan seksnya, sebaliknya Levitt merasa semua film romantis adalah palsu.  Ia juga melakukan penyangkalan-penyangkalan dengan mengatakan bahwa menonton film porno is ok: I m not a junkie. It’s porn, not heroine.



Karakter Levitt tampaknya ingin selamanya berada di dunia itu, sampai kemudian Johansson menemukan kalau ia berbohong, dan bahwa selama ini ia selalu menonton film porno. Johansson meninggalkannya dengan sebuah pertengkaran. Namun Levitt belum mau membuka kulit kerangnya, ia tetap membela film porno dan mengatakannya kalau itu sama dengan film-film romantic comedy yang disukai Johansson.

Kata Johansson, film dan pornografi itu beda. Film-film diberikan awards. Kata Levitt: film porno juga!

Namun, ia tidak seburuk itu. Levitt berasal dari keluarga religius yang setiap minggu datang ke gereja. Oleh karena itu, ia kerap merasa bersalah  setelah menonton film porno dan masturbasi. Ia datang mengaku dosa: Father, saya sudah tidak menonton film porno lagi. Sekarang hanya hubungan seks. Ia berkata suatu ketika.

Di sisi ini, sebagai sutradara, Levitt juga sedikit nakal, dengan menyiratkan keraguannya akan begitu mudahnya mengaku dosa.  “Have faith my son,” kata Father tersebut, mengunci Levitt dalam diam. Diam yang menunda. ^_^

Adegan pengakuan dosa ini adalah salah satu yang repetitif di film ini bersama adegan Levitt berjalan di lorong gym, bermesraan di klub dan mengganti sprei. Sebuah bahasa film untuk mengungkap kalau kecanduan adalah sesuatu yang repetitif.



Setelah Johansson meninggalkannya, Levitt menjalin hubungan dekat dengan Julianne Moore, yang lalu menghadiahi Levitt film porno. Di sini film beralih dari kisah cinta yang cengeng dan klise ala romcom (Levitt dan Johansson) menuju cinta yang penuh dengan afeksi. Di sini terungkap dalam sebuah adegan puncak, dimana penjelasan mengenai apa itu hakikat ‘make love’ disampaikan dengan getir yang menggetarkan. Betul-betul menyentuh, yang membuat akhirnya kita bisa menerima kalau di akhir cerita Levitt bersama Moore dan bukan dengan Johansson, meski kesempatan rekonsiliasi itu ada.

Pada akhirnya ini adalah sebuah kisah cinta. Cinta bisa mengubah seseorang. Johansson berkata, ‘I thought you’re different. but you are not.”

Bersama Moore, Levitt menjelma pria berbeda, dengan sebuah adegan penutup yang manis, dan layak dipraktekkan. *EH!

Debut penulisan dan penyutradaraan yang menjanjikan dari Levitt!

Rating: 3/5





Tidak ada komentar:

Posting Komentar