“Don
Jon” berkisah tentang pria yang kecanduan menonton film porno dan menemukan
jika yang terjadi di film porno lebih indah daripada kenyataan. Sang pria
diperankan oleh Joseph Gordon-Levitt yang sekaligus menulis dan menyutradarai
film ini. Film ini menarik karena mengkontraskan religiusitas dan dosa lalu
menjelma kisah cinta menyentuh di akhir film, satu dari sedikit film yang
ketika adegan berakhir, penonton masih ingin menyaksikan karena merasa belum
ingin meninggalkannya. Toh durasi film ini juga cuma 80 menit.
Levitt
memerankan tipikal anak muda sekarang yang tak pernah melewatkan film porno di internet. Secara fisik,
pesonanya telah tak terelakkan bagi lawan jenis dan karena itu bisa dengan
mudah membawa pulang gadis manapun yang ia inginkan. Sampai kemudian ia bertemu
dengan Scarlett Johansson di bar.
Mereka
berdua dengan cepat menjalin hubungan, meski dua sahabat Levitt memandang
skeptic. Menurut mereka, Levitt masih sangat jauh dari jatuh cinta. ONS adalah
hal terbaik yang bisa dilakukannya dan jangan lupa: menonton film porno dan
masturbasi 35 kali dalam sehari. ^_^
Sigh!
Tetapi
bahkan bagi karakter seperti yang diperankan oleh Levitt, menonton film porno dan
bermasturbasi setelahnya juga menimbulkan rasa bersalah. Betapapun, ia merasa
semua petualangan seks-nya dan eksplorasi tubuh perempuan yang dilakukannya, tidak ada yang menyamai
aksi di dalam dunia film porno, yang membuatnya selalu kembali dan kembali.
Perempuan-perempuan yang diajaknya tidur tidak bisa memberikannya imaji itu: sebuah dunia yang sempurna dalam film porno.
Levitt
merasa ada yang hilang: no doggy, no cowboy…
Ketika
ia tidak menemukan imaji sempurna yang ia temukan dalam film porno di dalam
kehidupan seksnya, sebaliknya Levitt merasa semua film romantis adalah
palsu. Ia juga melakukan
penyangkalan-penyangkalan dengan mengatakan bahwa menonton film porno is ok: I
m not a junkie. It’s porn, not heroine.
Karakter
Levitt tampaknya ingin selamanya berada di dunia itu, sampai kemudian Johansson
menemukan kalau ia berbohong, dan bahwa selama ini ia selalu menonton film
porno. Johansson meninggalkannya dengan sebuah pertengkaran. Namun Levitt belum
mau membuka kulit kerangnya, ia tetap membela film porno dan mengatakannya
kalau itu sama dengan film-film romantic comedy yang disukai Johansson.
Kata
Johansson, film dan pornografi itu beda. Film-film diberikan awards. Kata
Levitt: film porno juga!
Namun,
ia tidak seburuk itu. Levitt berasal dari keluarga religius yang setiap minggu
datang ke gereja. Oleh karena itu, ia kerap merasa bersalah setelah menonton film porno dan masturbasi.
Ia datang mengaku dosa: Father, saya sudah tidak menonton film porno lagi.
Sekarang hanya hubungan seks. Ia berkata suatu ketika.
Di
sisi ini, sebagai sutradara, Levitt juga sedikit nakal, dengan menyiratkan
keraguannya akan begitu mudahnya mengaku dosa.
“Have faith my son,” kata Father tersebut, mengunci Levitt dalam diam.
Diam yang menunda. ^_^
Adegan
pengakuan dosa ini adalah salah satu yang repetitif di film ini bersama adegan
Levitt berjalan di lorong gym, bermesraan di klub dan mengganti sprei. Sebuah
bahasa film untuk mengungkap kalau kecanduan adalah sesuatu yang repetitif.
Setelah
Johansson meninggalkannya, Levitt menjalin hubungan dekat dengan Julianne
Moore, yang lalu menghadiahi Levitt film porno. Di sini film beralih dari kisah
cinta yang cengeng dan klise ala romcom (Levitt dan Johansson) menuju cinta
yang penuh dengan afeksi. Di sini terungkap dalam sebuah adegan puncak, dimana
penjelasan mengenai apa itu hakikat ‘make love’ disampaikan dengan getir yang
menggetarkan. Betul-betul menyentuh, yang membuat akhirnya kita bisa menerima
kalau di akhir cerita Levitt bersama Moore dan bukan dengan Johansson, meski
kesempatan rekonsiliasi itu ada.
Pada
akhirnya ini adalah sebuah kisah cinta. Cinta bisa mengubah seseorang.
Johansson berkata, ‘I thought you’re different. but you are not.”
Bersama
Moore, Levitt menjelma pria berbeda, dengan sebuah adegan penutup yang manis,
dan layak dipraktekkan. *EH!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar