Selasa, 15 Februari 2011

One Minute Enlightment

(1)
The simple metaphor of chair, taken as representing one’s body, mind and emotional dynamics, can explain this clearly:
As long as I am sitting in the chair, I cannot observe nor manage the chair. In fact, the chair manages me. To observe the chair I must get out of it. For this, I must accept the fact that I am not the chair. So also, identifying with the body, mind and emotions, I cannot observe or manage myself. The moment I accept that I am neither the body nor the mind; I can get out of it. Then I can realize who I am. Then I can lead and manage myself. I become master, leader of the chair.

(2)
“Hidup terdiri atas momen - momen ;
Momen - momen adalah milik kita.
setiap momen masing-masing secara mendalam?
Dapatkah Anda meninggalkan setiap momen yang telah berlalu dan
lahir kembali pada setiap momen baru ?
Dapatkah Anda mengisi momen yang baru dengan penuh keyakinan,
kegembiraan dan semangat ?
Dengan memandang setiap momen adalah baru, maka kita akan mampu
menceburkan diri ke dalamnya dan menjalaninya dengan sepenuhnya.
Apakah itu saat mencuci piring, minum teh, memeluk bocah kecil,
menatap ke dalam mata orang yang kita kasihi,
Menahan rasa sakit atau bahkan ketika menghadapi kematian"

(3)
Seorang siswa bertanya kepada gurunya, “Master, apakah arti pencerahan itu…?” Sang guru menjawabnya dengan lugas, “Bila lapar—makan. Jika lelah—tidur. “Kemudian siswa itu menimpali, “semua orang kan melakukan hal yang sama dalam kesehariannya.” “Tidak sama,” sang guru menjawab. “Mengapa tidak sama…?” Tanya si siswa dengan penasaran. Kemudian sang guru menjelaskan, “Saat waktunya makan, kebanyakan dari kita tidak menikmati dengan betul makanan yang kita cerna. Pikiran orang terus mengembara entah kemana. Mulut, sekalipun penuh dengan nasi, tatkala masih sibuk mengobrol dengan sesamanya. Saat waktunya tidur, pikiran ridak istirahat. Oleh sebab itu itu banyak yang tidurnya tidak lelap atau bahkan menderita insomnia.”

(4)
Suatu hari terjadi gempa bumi yang mengguncang keseluruhan kuil Zen. Beberapa bagiannya runtuh! Banyak biksu ketakutan.

Saat gempa reda, sang guru berkata, “Sekarang kalian mempunyai kesempatan melihat bagaimana seorang Zen berperilaku dalam situasi krisis. Kalian mungkin perhatikan bahwa saya tidak panik sama sekali. Saya masih awas pada apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Saya pimpin kalian semua ke dapur, bagian terkuat dari kuil ini. Dan ini sebuah keputusan yang tepat karena kita semua selamat tanpa luka-luka. Tetapi, di samping kontrol diri saya yang baik, saya juga merasa sedikit tegang – yangmana kalian bisa lihat dari kenyataan bahwa saya minum satu gelas besar air putih, sesuatu yang tidak pernah saya lakukan di situasi biasa”

Salah satu biksu tersenyum, tapi tidak berkata apa-apa.

“Apa yang kamu tertawai?” tanya sang guru.

“Itu isinya bukan air, guru” jawabnya. “Itu tadinya satu gelas besar kecap yang disiapkan untuk memasak”

(sumber: buku kisah kebijaksanaan Zen)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar